Rabu, 13 November 2013

Syarat Jadi Guru Baik ; Jangan Pikirkan Masa Depan Siswa!

Oleh : Ayub (Ayub El-Marhoum)
         Eks SekDir Sekolah IMMawati.

Add caption
Di dunia ini mungkin tidak banyak guru yang memiliki ketenaran seunik salah satu guru yang pernah mendidik si jenius Albert Einstein.
Ketenaran guru itu memang lain dari yang lain. Tidak ada yang mau repot-repot mencari tahu siapa namanya, bagaiamana rupanya apalagi dimana ruhamnya. Padahal ia adalah guru dari salah satu manusia yang namanya sinonim dengan kejeniusan.  Semua orang cukup mengetahui ucapan legendaris yang pernah ia ucapkan –entah serius atau tidak- kepada Albert kecil. Ucapan ceroboh yang mungkin telah menuai geli dari jutaan manusia seisi planet bumi, lintas geografis, lintas generasi. Kemana nama harum Albert Einstein menyerbak, kesana pula ucapan busuk itu beraroma. Yah, siapa yang tidak tahu “penilaian visioner”  sang guru ketika akhirnya Einstein kecil berhasil berbicara? Sang guru berseloroh; “It doesn’t matter what he does, he will never amount to anything.” Anak ini, nilai si guru, tidak akan mencapai apapun. Kini, dan mungkin hingga kiamat kelak, semua orang tahu bahwa guru itu telah salah total. Entahlah apa yang dipikirkan guru itu ketika nama murid yang masa depannya pernah ia prediksi sedemikian suram ternyata menggema ke setiap sudut bumi. Anak yang dianggapnya tidak akan menjadi apapun itu justru ditakdirkan Tuhan menjadi pembuka beberapa pintu pengetahuan-Nya. Memberi manusia sedikit petunjuk tentang semesta-Nya.

Guru Einstein sebenarnya bukan satu-satunya manusia bernasib sama. Ada banyak contoh lainnya. Contoh dari mereka yang terlalu yakin pada masa depan dan telah luar biadab mengnggap remeh potensi luar biasa yang ditanam Tuhan di dalam diri setiap individu. Walt Disney yang hasil imajinasinya telah menjadi bagian tak terpisahkan dari imajinasi jutaan anak-anak di dunia pernah dipecat dari sebuah koran. Tahu apa alasan bosnya mendepak Disney? Lacking imagination and have no original ideas. Miskin imajinasi dan tidak punya ide segar. Kini, siapapun yang berkata seperti itu tentang Disney akan ditampar oleh Donald Duck. Oprah Winfrei, pesohor yang kaya raya berkat kepiawaiannya mengawal acara televisi pernah dipecat dari pekerjaannya sebagai pembawa berita. Alasan pemecatannya juga cukup cerdas ; wasn’t fit for television. Orpah tidak cocok masuk TV. Kini sapa yang lebih kaya dari Ratu Inggris berkat acara televisi? Contoh lain penlaian visioner yang juga terkenal kesesatannya adalah alasan penolakan Decca Recording Studio terhadap grup musik legendaris The Beatles. Waktu itu tentu saja mereka masih jauh dari status legenda, bahkan dalam mimpi paling liar sekalipun. Maka oleh petinggi Decca, The Beatles dihakimi sebagai bersuara buruk dan tidak akan punya masa depan dalam bisnis pertunjukan. Kini semua orang yang kupingnya senang mendengar musik tidak akan setuju dengan penilaian itu.

Tentu saja masih ada banyak contoh lainnya. Ketika kita menelisik sejarah tokoh-tokoh yang telah merasai terjal jalan dari zero ke hero, kita akan menemukan ada saja orang-orang yang terlalu angkuh dan gegabah menilai masa depan tokoh-tokoh tersebut. Sebab saya muslim maka ada nama yang sangat saya hafal sebagai seorang visioner paling rabun. Dialah Abu Jahal, bapak kebodohan. Ia awalnya dikenal dengan julukan Abul Hakam, bapak kebijaksanaan. Tapi ketika ia mulai menuduh  gerakan tauhid dan pembenahan sosial Rasul tercinta  sebagai sebuah igauan orang gila, maka kutukan itu pun membentuk awan menggumpal tepat di atas kepalanya. Kutukan itu lalu membentuk hujan lumpur mengguyurnya hingga tenggelam ketika akhirnya dakwah Rasulullah terbukti mampu merombak Jazirah Arab bahkan dunia secara besar-besaran, sesuatu yang mustahil dicapai igauan orang gila. Maka semua orang sepakat bahwa si bijaksana ternyata cuma seorang bodoh luar biasa. Dinamailah ia Abu Jahal. Kisahnya dihafal jutaan anak-anak sedunia.


Kisah guru Einstein hingga Abu Jahal memang sarat pesan, padat pelajaran. Cerita-cerita itu harusnya menjadi pelajaran penting bagi siapapun yang mau belajar. Tapi menurut saya, pihak yang harus paling banyak belajar dari kisah-kisah itu adalah mereka yang bertugas mengajar. Para guru, dari guru TPA hingga guru pasca-sarjana. Ternyata tugas guru bukanlah merisaukan masa depan siswa-siswanya. Karena semua itu adalah urusan Sang Maha Bijaksana. Dia yang anugrahnya tidak terbatas telah memberikan potensi tak terkira di dalam setiap manusia. Maka guru tidak usah mengira-ngira. Cukup bekali siswa dengan semua yang kita punya. Keluarkan semua kemampuan, semua usaha, semua upaya, semua keringat, semua air mata, semua yang Tuhan beri padamu untuk anak-anak itu. All out. Keluarkan semuanya dengan ihlas dan tulus. Sisanya adalah doa, biarkan Tuhan membimbing anak-anak itu ke jalan-jalan cahaya yang telah Dia persiapkan. Berdoalah semoga semua bekal yang telah diberikan bisa benar-benar berguna, semoga tulus yang ditekadkan bisa memberi anak-anak itu dian dikala gelap menyapa mereka. Semoga kasih yang disertakan pada setiap tutur, setiap laku, setiap tatap, setiap nafas kala mengajar bisa melindungi anak-anak itu dari tipu daya para penipu. Setelah semua itu mari istrahat, duduk bersama secangkir teh menikmati lamat-lamat lelah dan tua yang memamah, menunggu semerbak harum nama siswa-siswimu datang memberi senyum dan syukur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar